Mutsla.my.id – Kisah sukses Alfan Wahyudin, seorang pengusaha di bidang teknik dan konstruksi asal Kabupaten Gresik, adalah cerminan filosofi hidup yang mendalam: berusaha bukan hanya untuk kekayaan, melainkan untuk kemaslahatan dan memberikan manfaat bagi orang lain. Prinsip inilah yang menjadi pondasi kuat perjalanannya, dari seorang pekerja rendahan hingga menjadi pemimpin bisnis dengan ribuan karyawan.
Awal Perjalanan: Dari Keterbatasan Menuju Pengetahuan
Lahir dari keluarga sederhana, Alfan tidak bisa melanjutkan kuliah setelah lulus SMA pada tahun 1993 karena masalah finansial. Ia memulai karirnya sebagai “oil man” di sebuah pabrik, lalu bekerja di PT Sony Corporation, sebelum akhirnya memutuskan kembali ke Gresik. Di sanalah, berkat tawaran kakaknya, ia mulai mengenal dunia proyek. Berbagai pekerjaan kasar ia lakoni, dari menarik kabel hingga mengangkat material besi.
Peluang datang saat ia mendapat tawaran pekerjaan yang lebih baik di PLTGU Muara Tawar, Jakarta, sebagai staf progress control. Di sinilah ia menyadari keterbatasan pengetahuan dan pendidikannya. “Kalau saya enggak belajar lagi, kuliah lagi, mungkin sampai kapan pun saya akan tetap menjadi karyawan yang posisi rendahan,” kenangnya. Motivasi untuk belajar semakin membara ketika ia membandingkan gajinya yang Rp500.000 dengan teman-teman S1 yang digaji Rp1 juta untuk pekerjaan yang sama.
Titik balik lain terjadi saat ia membuat kesalahan di tempat kerja dan mendapat teguran keras, “Kamu sangat bodoh!” dari pimpinannya, Tuan Hatori. Alfan tidak marah, justru tertantang. Setiap pulang kerja, ia tidak langsung pulang, melainkan belajar komputer di kantor, menguasai pembuatan laporan yang baik. Hasilnya, sebulan kemudian, Tuan Hatori terkejut dengan laporannya yang sangat bagus.
Tekad Kuat untuk Belajar dan Mandiri
Keinginan untuk terus belajar mendorong Alfan mengambil keputusan besar: mengundurkan diri dari pekerjaannya, bukan untuk pindah perusahaan, melainkan untuk kuliah. Keputusannya ini sempat ditentang Tuan Hatori yang ingin ia tetap belajar di sana. Namun, dengan keyakinan kuat, Alfan menjelaskan kepada Mister Sato, atasannya, bahwa ia ingin mendalami ilmu agar memiliki karir yang lebih baik. Mister Sato menyetujuinya.
Kembali ke Gresik, kakaknya mendukung penuh, bahkan rela menjual kalung dan gelangnya untuk membantu biaya kuliah Alfan. Ia pun diterima di ITS. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja keras menjadi sales mainan anak-anak (Tamagoci) dengan gaji Rp5.000 sehari, cukup untuk makan tiga kali. Tak hanya itu, ia juga memanfaatkan keahliannya memperbaiki barang elektronik seperti TV dan radio untuk menambah penghasilan. Ia bahkan pernah hanya makan dua kali sehari selama kuliah.
Krisis tahun 1998 memukul keras keluarganya, semua anggota keluarga menganggur. Kakaknya bahkan tidak bisa lagi membantunya. Alfan memutuskan cuti kuliah dan kembali bekerja di proyek, di PT Smelting Gresik, di mana ia bertemu dengan Pak Ogawa. Pertemuan ini kelak menjadi awal mula babak baru dalam hidupnya.
Melangkah ke Dunia Wirausaha: PT Asuka Engineering
Setelah lulus pada tahun 2002, Alfan mengirim ratusan lamaran kerja setiap hari, namun tak kunjung ada panggilan. Ia bahkan pernah dimaki-maki satpam saat memasukkan lamaran. Di tengah keputusasaan, kakaknya menghubunginya dengan tawaran posisi supervisor listrik. Meskipun tidak percaya diri karena belum pernah menjadi supervisor, ia memberanikan diri. Tak disangka, pewawancaranya adalah Pak Ogawa, orang yang pernah ia bantu di lapangan bertahun-tahun sebelumnya. Pak Ogawa langsung menerimanya tanpa wawancara, “Aku sudah tahu kerjaanmu.”
Di PT Smelting, Alfan menghadapi tantangan besar: ia tidak diberi tahu apa pekerjaannya, melainkan diminta mencari pekerjaan sendiri. “Kalau kamu enggak bisa cari kerja sendiri, kamu enggak bisa kerja di sini,” kata Pak Ogawa. Dengan tekad membara, ia membuat target 3 bulan untuk membuktikan dirinya. Ia bekerja tak kenal waktu, mempelajari dokumen perusahaan, hingga akhirnya berhasil mendapatkan proyek-proyek kecil setelah dua bulan. Kepercayaan Pak Ogawa pun semakin besar.
Pada tahun 2006, Alfan merasakan kegelisahan. Meskipun nyaman, perusahaan tempat ia bekerja saat itu dirasa kurang berkembang. Terinspirasi dari sebuah seminar yang dibawakan Pak Budi Candra, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dan menjadi pengusaha, meskipun belum tahu akan memulai usaha apa. Ia mempelajari buku “Darah Gila Jadi Pengusaha” dan menyadari pentingnya berani optimis dengan dana, tangan, dan otak orang lain (BODOL, BOTOL, BONGOL).
Alfan berinisiatif mengajak bosnya untuk mendirikan perusahaan khusus instrumentasi kelistrikan. Setelah satu bulan mempersiapkan segala kebutuhan, termasuk menyewa kantor dan membeli peralatan bekas, ia resmi resign dan mendirikan PT Asuka Engineering. Ia mulai menawarkan jasa kepada kliennya, PT Smelting. Awalnya, masih kurang dipercaya, namun kesigapannya dalam membantu di tengah malam saat ada masalah di pabrik membuat kepercayaan terbangun.
Ekspansi dan Inovasi: Membangun Sistem dan Menciptakan Peluang
Kolaborasi Alfan Wahyudin dengan Pak Budi (yang kemudian ikut bergabung), dan disusul Pak Ogawa, membuat PT Asuka Engineering semakin berkembang. Dari awalnya hanya memiliki 5-10 karyawan di bagian kelistrikan, jumlahnya terus bertambah hingga 30-50 orang.
Pada tahun 2010, dengan jumlah karyawan sekitar 50 orang, Alfan menyadari pentingnya sistem dan SOP yang baik agar perusahaan bisa tumbuh besar. Melalui komunitas TDA, ia bertemu Bu Alina yang membantunya membangun SOP sesuai standar ISO. Pada tahun 2012, PT Asuka Engineering berhasil mendapatkan sertifikasi ISO, sebuah pengakuan standar operasional internasional.
Namun, implementasi ISO secara konvensional dirasa sulit dan memakan banyak waktu. Alfan Wahyudin pun memiliki ide kreatif untuk mengembangkan perangkat lunak sendiri. Ia merekrut seorang programmer lokal dan berhasil mengembangkan software HRM (Human Resource Management) dalam 6 bulan. Software ini kemudian dikembangkan lagi untuk mencakup sistem keuangan, pengadaan, dan inventaris, yang diberi nama AIS (Asuka Integrated System). Setelah setahun masa uji coba, pada tahun 2014, PT Asuka Engineering sepenuhnya beralih ke sistem digital, meninggalkan sistem konvensional.
Dampak Sosial dan Diversifikasi Bisnis
Seiring berjalannya waktu, PT Asuka Engineering terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Dari 50 karyawan pada 2010, menjadi 100 orang pada 2013, lalu melonjak menjadi 700 orang sebelum pandemi COVID-19. Meskipun sempat turun menjadi 500 orang saat pandemi, jumlah karyawan terus meningkat hingga mencapai 1.800 orang saat ini, bahkan diprediksi mencapai 3.200 orang bulan depan.
Alfan tidak hanya fokus pada bisnis inti. Ia menyadari pentingnya diversifikasi untuk menjaga stabilitas perusahaan. Pada tahun 2008, ia mulai mengembangkan divisi mekanik dan perpipaan untuk melayani klien di luar PT Smelting. Kemudian, pada 2010, ia membangun unit bisnis baru di bidang Sipil dan Konstruksi.
Untuk menjaga fokus bisnis utama, ia juga mendirikan beberapa anak perusahaan:
- Asuka Rental Indonesia (2014): Fokus pada penyediaan kendaraan.
- Saka Cita Makmur (2018/2019): Fokus pada penyediaan material dan tenaga kerja (khususnya HSE).
- PT Asogas (2020): Bermula dari kebutuhan oksigen saat pandemi, kini menjadi pemasok gas industri.
- Asuka Intiblas Indonesia (2024): Bergerak di bidang sandblast painting.
Selain itu, dengan dividen yang diperoleh, Alfan juga menciptakan berbagai bisnis di luar bidang konstruksi, seperti klinik kecantikan, apotek, toko oleh-oleh haji dan umrah, toko skincare (Panda Lovely), dan kafe. Tujuannya jelas: membuka lapangan pekerjaan baru dan menyalurkan rezeki kepada lebih banyak orang.
Pelajaran Penting: Integritas dan Niat Baik
Alfan Wahyudin mengakui bahwa tidak semua usahanya berhasil. Beberapa bisnis seperti toko roti, perkebunan sengon, peternakan kambing, dan bebek pernah mengalami kegagalan. Namun, ia percaya tidak ada kesuksesan tanpa melakukan kesalahan dan kegagalan. Dari situlah ia belajar dan terus berkembang.
Filosofi awalnya tetap menjadi pegangan: “Jika kita berniat membuka usaha hanya untuk mendapatkan kekayaan, maka kita akan benar-benar berat menjalankannya. Kita akan seperti orang kerja rodi. Tapi kalau kita bermaksud membuka usaha itu untuk kemaslahatan dan memberikan dampak terhadap orang lain, manfaat buat orang lain, insyaallah akan banyak kemudahan.” Niat baik ini membuatnya tidak merasa lelah dan tidak terlalu kecewa jika mengalami kerugian, karena ia percaya kebaikan akan diganti dengan kebaikan lainnya.
Satu hal yang selalu ditekankan orang tuanya adalah “jangan tinggalkan salat dan jaga kejujuran.” Inilah yang menjadi nilai utama dalam membangun perusahaannya: integritas dan kejujuran. Alfan percaya, tanpa kepercayaan dari orang lain, ia tidak akan bisa mencapai posisinya sekarang. Ia melihat contoh negara-negara maju seperti Singapura yang dibangun di atas nilai kejujuran dan sistem yang baik, berbeda dengan negara yang memiliki segalanya namun terjerat budaya korupsi dan inefisiensi.
Kisah Alfan Wahyudin adalah bukti nyata bahwa dengan niat yang tulus untuk memberi manfaat, kerja keras, kemauan belajar tiada henti, dan integritas yang tak tergoyahkan, setiap individu memiliki potensi untuk menciptakan dampak positif yang luar biasa bagi diri sendiri dan lingkungannya.